PANDEGLANG // propamnewstv.id – Dunia pendidikan kembali disorot akibat dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Sekolah SDN Ciawi 2, Kecamatan Patia, Kabupaten Pandeglang, Banten. Isu ini mencuat setelah muncul informasi bahwa kepala sekolah tersebut diduga mengusulkan anak kandungnya, yang masih berstatus mahasiswa, untuk menjadi calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Kabar itu menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat, terutama dari kalangan muda yang peduli terhadap integritas pendidikan. Salah satunya datang dari Kasman, pemuda asal Patia, yang secara terbuka mengkritisi langkah sang kepala sekolah. Ia menilai tindakan tersebut mencederai prinsip kepemimpinan dan profesionalisme di lingkungan sekolah.
Menurut Kasman, seorang pemimpin lembaga pendidikan semestinya menjadi teladan dalam menegakkan etika birokrasi dan memperjuangkan keadilan bagi tenaga pendidik yang benar-benar memenuhi kriteria. Ditegaskannya bahwa tugas kepala sekolah tidak hanya sebatas administratif, tetapi juga moral dan manajerial, yang meliputi perencanaan program, pengelolaan pembelajaran, hingga pengembangan sumber daya manusia di sekolah.
“Seorang kepala sekolah memiliki tanggung jawab besar dalam merumuskan visi, misi, dan tujuan lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Namun, jika dalam pelaksanaan kebijakan justru terjadi praktik yang tidak transparan, maka kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan bisa runtuh,” ujar Kasman tegas.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa syarat pengangkatan guru PPPK telah diatur secara jelas oleh pemerintah, di antaranya harus memiliki ijazah sarjana (S-1) atau diploma IV dari program studi terakreditasi serta penilaian kinerja minimal “Baik” dalam dua tahun terakhir. Fakta bahwa yang diusulkan merupakan lulusan sekolah menengah atas dianggap bertentangan dengan ketentuan tersebut.
Kasman juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap para tenaga honorer di wilayah Patia yang hingga kini belum mendapatkan kesempatan menjadi PPPK. Ia menilai keputusan yang tidak berlandaskan aturan hanya akan menambah ketimpangan dan menurunkan semangat para guru yang selama ini mengabdi dengan tulus.
“Bagaimana mungkin seseorang yang belum memenuhi syarat bisa diusulkan, sementara puluhan guru honorer yang sudah lama bekerja justru terabaikan? Ini tidak adil,” lanjutnya.
Dalam pandangan Kasman, kepemimpinan sejati bukan diukur dari kecerdasan atau kekuasaan, melainkan dari kejujuran, akhlak, dan tanggung jawab moral dalam menjalankan amanah. Ia berharap Bupati Pandeglang, Ratu Dewi Setiani, menindaklanjuti laporan tersebut secara objektif dan meninjau ulang setiap usulan PPPK yang tidak sesuai prosedur.
“Jika terbukti tidak memenuhi kriteria, sudah sepatutnya kelulusan dibatalkan. Kita tidak boleh membiarkan kebijakan yang melanggar aturan karena akan menjadi beban moral dan keuangan bagi daerah,” tambahnya.
Kasus ini menjadi refleksi penting bagi dunia pendidikan. Ketika pejabat sekolah, yang seharusnya menjadi panutan, justru terlibat dalam praktik nepotisme, maka kualitas sistem pendidikan dan kepercayaan masyarakat berada di ujung tanduk.
Pendidikan sejatinya adalah ruang suci bagi pembentukan karakter bangsa. Karena itu, setiap pemimpin pendidikan harus menjaga integritasnya, memastikan proses berjalan transparan, serta menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi.
Ujian terberat bagi seorang pemimpin memang bukan pada kepintaran atau kekuasaan, melainkan pada kemampuan menjaga moralitas dan menegakkan keadilan. Di sinilah makna sejati dari kepemimpinan diuji bukan untuk mencari keuntungan pribadi, melainkan untuk membangun masa depan generasi penerus bangsa.
(Red)
















