PANDEGLANG // propamnewstv.id – Indonesia Contra Terror (ICT) menilai program Makan Bergizi Gratis (MBG) secara konsep merupakan langkah strategis negara dalam meningkatkan gizi anak sekolah. Namun, fakta lapangan menunjukkan adanya kegagalan serius di tingkat pelaksanaan, terutama dalam hal transparansi, akuntabilitas, dan kualitas layanan.
Biaya per porsi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp10.000 untuk kelas 4 SD ke atas dan Rp8.000 untuk kelas di bawahnya, sering kali tidak tercermin dalam kualitas makanan yang diterima siswa. Pada banyak kasus, terutama ketika menu kering dihidangkan, nilai fisik makanan tidak mencapai standar nominal yang ditetapkan. Pertanyaan besar muncul: kemana sisa nilai dari dana tersebut. ucapnya Sapta selaku ketua Selasa 4 November 2025.
Lebih parah lagi, sistem MBG di lapangan menunjukkan tanda-tanda bisnis tertutup. Dapur yang ditunjuk bukan hanya sebagai pelaksana distribusi makanan, tetapi juga merangkap sebagai suplier bahan, sementara UMKM lokal hanya mendapat porsi sekitar 10% dari rantai pasok.
Satu dapur mengelola dana APBN sekitar 900 juta dalam 24 hari kerja, dan di Kabupaten Pandeglang sendiri sudah berdiri sekitar 40 dapur dari 140 yang direncanakan. Jumlah tersebut menunjukkan skala ekonomi besar dengan potensi perputaran uang publik yang tidak kecil namun minim pengawasan publik,” Tuturnya.
Lebih ironis, ICT menemukan adanya MOU antara pihak sekolah dan pihak dapur yang berisi klausul bahwa sekolah dilarang menyampaikan ke publik jika terdapat masalah dalam menu, seperti makanan basi, berbau, atau berkualitas buruk. Informasi tersebut hanya boleh disampaikan kepada pihak dapur.
Klausul ini jelas menutup akses publik terhadap informasi penting dan menghalangi kontrol sosial, padahal program MBG dijalankan dengan menggunakan dana APBN yang bersumber dari pajak rakyat.
ICT menilai praktik ini melanggar prinsip keterbukaan informasi publik dan semangat pelayanan sosial negara.
Program sosial seperti MBG seharusnya mendidik transparansi publik dan akuntabilitas, bukan melahirkan ekosistem tertutup yang hanya memperkaya segelintir pihak di balik dapur MBG,” jelasnya.
ICT mendesak 1. Pemerintah daerah dan pusat untuk membuka seluruh RAB dan laporan operasional MBG ke publik.
2. DPRD dan BPK untuk melakukan audit transparan terhadap dapur pelaksana.
3. Aparat penegak hukum untuk menelusuri potensi penyalahgunaan dana MBG di tingkat operasional.
4. Mencabut atau merevisi MOU yang menutup hak publik atas informasi.
ICT percaya, program baik hanya akan berhasil jika dijalankan dengan transparansi, integritas, dan pengawasan publik yang terbuka,” Pungkasnya.
(IRGI)








