Kraksaan // propamnewstv.id — Direktur PT Gamma Teknologi Inovasi (GTI), Bony Rachmat Hidayat, menjalani sidang eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Kraksaan, Selasa (15/04/2025). Ia didakwa melanggar Pasal 43 jo. Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, terkait dugaan kepemilikan dan pemanfaatan zat radioaktif tanpa izin.
Dalam persidangan, kuasa hukum terdakwa, Novi Andra, SHI., M.I.K., mengajukan nota keberatan (eksepsi) atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Irene Ulfa, S.H., M.H., dengan register perkara PDM-08/M.5.42/Eku.2/02/2025 tertanggal 3 Maret 2025. Eksepsi diajukan berdasarkan hak terdakwa untuk membela diri sebagaimana diatur Pasal 156 ayat (1) KUHAP.
Menurut penasihat hukum, perkara ini tidak layak diperiksa kembali karena terdakwa telah dijatuhi hukuman atas perkara yang sama melalui Putusan PN Tangerang Nomor: 130.K/Ag/2021 tanggal 26 Maret 2021 jo. Putusan Nomor: 2145/Pid.Sus/2022/PN.Tng. Saat itu Bony Rachmat Hidayat telah diputus bersalah dan didenda Rp 100 juta atas pelanggaran pemanfaatan tenaga nuklir tanpa izin.
“Jaksa mendalilkan fakta yang sama, hanya berbeda lokasi. Padahal sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, prinsip ne bis in idem berlaku bila kesalahan dasar dan faktanya sama, sekalipun lokasi berbeda,” jelas Novi Andra.
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula pada 23 Agustus 2014 saat PT Kertas Leces menghibahkan 44 sumber radioaktif bekas kepada PT Gamma Tech Solution (sekarang GTI). Serah terima dilakukan tanpa koordinasi dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), meskipun pelaporan baru dilakukan seminggu setelahnya.
Selanjutnya, PT Gamma Tech Solution memindahkan 9 sumber radioaktif ke fasilitas bunker BSD Serpong, Tangerang Selatan, dalam dua tahap. Pada 9 Januari 2015, aset tersebut dihibahkan ke PT Gamma Teknologi Inovasi yang dipimpin Bony Rachmat Hidayat.
Namun pada 27 April 2021, BAPETEN melakukan inspeksi dan menemukan PT GTI belum memiliki izin pemanfaatan. BAPETEN lalu menerbitkan surat peringatan karena pelanggaran pemanfaatan zat radioaktif.
Penasihat hukum menilai BAPETEN juga lalai, karena seharusnya PT Kertas Leces — pemberi hibah — terlebih dahulu meminta persetujuan BAPETEN sebelum memindahkan zat radioaktif. “Kelemahan prosedur ini tidak boleh dibebankan sepihak kepada GTI,” tegas Novi.
Lebih lanjut, hasil inspeksi BAPETEN pada 2024 menemukan hanya 14 sumber radioaktif tersisa di PT Kertas Leces, padahal semula ada 44 unit. Sembilan unit sudah dibawa ke GTI. Artinya, keberadaan 21 sumber radioaktif lainnya masih misterius. “Ini seharusnya menjadi tanggung jawab BAPETEN dan kurator yang mengelola aset PT Leces yang sudah pailit,” kata Novi.
Eksepsi Kuasa Hukum
Kuasa hukum juga menyoroti kekeliruan JPU yang menganggap hibah sumber radioaktif sama seperti hibah barang biasa. Padahal, pemindahan kepemilikan sumber radioaktif tunduk pada regulasi khusus, yakni PP No. 61 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif dan PP No. 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir.
Selain itu, dakwaan jaksa dianggap keliru karena menyebut terdakwa pernah disidangkan terkait sumber radioaktif di BSN SNSU pada 2022. Faktanya, GTI tidak pernah disidangkan di Pengadilan Tinggi Tangerang atas kasus tersebut.
Lebih jauh, penasihat hukum menilai dakwaan JPU error in persona karena menyebut GTI menerima hibah langsung dari PT Kertas Leces, padahal PT Leces saat itu tak lagi memiliki izin pemanfaatan ketenaganukliran. “Leces justru hanya dijadikan saksi, padahal perusahaan tersebut sudah pailit dan asetnya dikelola kurator. Tanggung jawab soal keberadaan zat radioaktif semestinya ada pada kurator, bukan klien kami,” ujarnya.
Jika prosedur hibah terbukti cacat hukum, lanjut Novi, maka seharusnya hibah tersebut dinyatakan batal demi hukum. Dengan demikian, GTI tidak lagi memiliki hak kepemilikan atas sumber radioaktif tersebut.
Penutup
Kuasa hukum meminta agar majelis hakim mengabulkan eksepsi dan menyatakan perkara ini ne bis in idem serta tidak dapat diperiksa kembali. “Kami minta dakwaan dinyatakan tidak dapat diterima,” pungkas Novi.
Sidang eksepsi ini akan dilanjutkan dengan pembacaan putusan sela oleh majelis hakim PN Kraksaan dalam waktu dekat.
Sumber : Proboliggo