PANDEGLANG // propamnewstv.id – Proyek Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) di Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, menjadi sorotan publik menyusul dugaan penggunaan material konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis. Proyek ini dilaksanakan dengan anggaran yang bersumber dari APBN tahun 2025.
Proyek yang berada di Daerah Irigasi Cipitak–Cicegog ini dikerjakan oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Makmur Abadi Desa Rancapinang Kecamatan Cimanggu Kabupaten Pandeglang, Banten dengan nilai kontrak sebesar Rp195.000.000, berdasarkan perjanjian kerja sama bernomor HK.02.03/24/PKS/AZ 05.3/VIII/2025.
Pasalnya, material yang digunakan diduga tidak Sesuai Standar. Menurut hasil pantauan dilapangan dan laporan dari warga sekitar yang tidak ingin dipublikasikan namanya menunjukkan adanya indikasi kuat penggunaan batu bulat dari sungai sebagai material utama konstruksi.
Batu jenis ini memiliki permukaan halus yang dinilai tidak dapat membentuk ikatan kuat dengan adukan semen (mortar), sehingga berisiko mengurangi kekuatan dan ketahanan bangunan.
Padahal, standar teknis pekerjaan irigasi mewajibkan penggunaan batu kali belah, yang memiliki permukaan kasar dan lebih ideal untuk menciptakan daya rekat yang kuat dengan mortar.
Selain itu, warga juga melaporkan adanya dugaan penggunaan pasir laut dalam pekerjaan tersebut. Pasir laut diketahui mengandung kadar klorida (garam) tinggi yang dapat menyebabkan korosi pada besi atau baja, terutama jika tidak dicuci dan diuji sesuai standar. Penggunaan material seperti ini jelas tidak layak untuk konstruksi jangka panjang.
Hal tersebut pun menuai sorotan tajam dan komentar dari kalangan sosial kontrol salah satunya Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat Jaringan Aspirasi Masyarakat (Sekum DPP JAM-Banten), N. Sujana Akbar, mengecam keras pelaksanaan proyek tersebut.
Ia menilai bahwa penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi merupakan bentuk kelalaian serius yang bisa masuk ke ranah hukum.
“Jika benar material yang digunakan tidak sesuai spesifikasi, ini bukan sekadar pelanggaran teknis, tapi bisa masuk ranah pidana. Negara sudah menggelontorkan anggaran untuk kesejahteraan rakyat, tapi malah disalahgunakan,” tegas Sujana.
Sujana juga mendesak agar pihak-pihak terkait, seperti Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) dan pengawas internal kementerian, segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek tersebut serta audit teknis lapangan.
– Warga pertanyakan Pengawasan dan transparansi
Kritik tajam juga datang dari masyarakat setempat. Mereka mempertanyakan lemahnya pengawasan teknis dan kurangnya transparansi dalam pelaksanaan proyek yang menggunakan dana negara ini.
“Saya khawatir kualitas bangunan tidak bertahan lama kalau materialnya asal-asalan. Padahal ini pakai uang negara,” ungkap salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Melaui pesan whatsapp tim Propam News TV mengkonfirmasi Asep selaku Ketua P3A Makmur Abadi, soal penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ia pun berdalih.
“Mereka tidak mau, katanya gak biasa, jadi kaku gerakan kerjanya,” tulis Asep dalam pesan singkatnya.
Sementara itu, terkait penggunaan matrial batu bulat sungai yang terpantau di lokasi, secara singkat Asep memberikan jawaban.
“Tidak,” singkatnya.
Pernyataan yang dinilai tidak memadai ini pun justru memperkuat dugaan adanya penyimpangan teknis di lapangan.
(tim/red)