SINTANG // propamnewstv.id – Akhir-Akhir ini masyarakat Kabupaten Sintang dihebohkan terkait pemberitaan di beberapa media online mengenai aktivitas pembangunan Sintang Central Bussines District( SCBD ) di Komplek My Home Kota Sintang Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang Kalimantan Barat yang diduga menyalahi aturan dengan cara mengesampingkan dampak lingkungan karena melakukan penimbunan aliran sungai. Melihat adanya kegiatan yang dinilai melanggar aturan hukum , kemudian beberapa masyarakat melapor ke salah satu LSM, hal ini sontak membuat Ketua LSM Somasi Ir. Arbudin Jauharie, M. Si., merasa gerah setelah menerima laporan dari masyarakat.
Saat dikonfirmasi dari Tim Media Propam News TV pada Rabu ( 3/12/2025 ) Arbudin menyampaikan bahwa pihaknya sudah pernah melakukan investigasi dilapangan untuk memastikan dalam menindaklanjuti laporan masyarakat.
“ Ya, Saya bersama tim sudah melakukan investigasi ke lapangan pada Rabu ( 19/11/2025 ) setelah menerima laporan dari masyarakat dan memang disana kami menemukan bukti bahwa aktivitas proyek yang berskala besar itu jelas sudah melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup dengan kata lain mengesampingkan AMDAL karena sudah melakukan penutupan bahkan penimbunan aliran sungai “. Jelasnya.
Disinggung mengenai keakuratan titik koordinat peta sungai yang ditimbun, Arbudin menjelaskan bahwa saat melakukan investigasi dilapangan dirinya berdiri tepat diatas sungai yang sudah ditimbun.
” Saya berdiri tepat diatas sungai yang sudah ditimbun, peta yang sy pegang saat itu juga sudah sesuai titik koordinatnya dan memang sudah bisa dipastikan bahwa pihak pengembang SCBD sudah mengabaikan AMDAL dan menyalahi aturan Undang-Undang Lingkungan Hidup karena sungai itu sudah hilang karena ditimbun “. Jelasnya lagi.
Arbudin juga menegaskan bahwa dengan adanya ditemukannya fakta dilapangan terkait pembangunan SCBD yang mengabaikan lingkungan, pihak LSM Somasi sudah melayangkan surat kepada Bupati Sintang dengan tempatan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sintang agar segera mengkaji ulang izin pembangunan SCBD dan mengambil tindakan tegas sesuai Undang-Undang yang berlaku.
Arbudin juga menegaskan bahwa sebagaimana diketahui adanya penutupan anak sungai dinilai melanggar UU Lingkungan hidup, dimana penutupan anak sungai secara ilegal diatur dalam Pasal 60 dan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Pasal 60 UU PPLH:
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin. Ini mencakup kegiatan yang dapat mencemari atau merusak lingkungan, termasuk penutupan anak sungai yang dapat mengganggu aliran air dan ekosistem. Pelanggaran pasal ini dapat dikenai pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000.
Pasal 75 UU PPLH :
Setiap orang wajib mematuhi ketentuan tata ruang dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan kegiatan yang dapat berdampak terhadap lingkungan. Ini termasuk kegiatan seperti pembangunan atau penutupan sungai yang dapat mengubah aliran air dan mempengaruhi ekosistem. Pelanggaran dapat dikenai sanksi administratif.
Sanksi Administratif :
Sanksi administratif dapat berupa teguran tertulis, pembekuan izin, pencabutan izin, atau bahkan paksaan pemerintah (bestuursdwang) untuk menghentikan kegiatan yang melanggar peraturan.
Sanksi Pidana :
Selain sanksi administratif, pelanggaran yang lebih serius dapat dikenai sanksi pidana. Misalnya, jika penutupan anak sungai menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan, pelanggar dapat dikenai pidana sesuai dengan pasal-pasal yang terkait dengan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup.
Penutupan anak sungai secara ilegal dapat berdampak negatif pada lingkungan termasuk.
Gangguan aliran air yang dapat menyebabkan banjir, kekeringan, atau bahkan mengeringnya sungai. Pungkas Arbudin. ( WID )








