Pandeglang//propamnewstv.id — Proyek Peningkatan Kualitas Pemukiman Kumuh Paket 1 di Desa Pagelaran, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, kembali menuai sorotan tajam. Proyek yang dikerjakan oleh CV Karaton Mega Karya dengan nilai kontrak Rp 4.055.378.136 tersebut didanai melalui APBD Provinsi Banten Tahun Anggaran 2025.
Berdasarkan dokumen kontrak, pekerjaan dimulai pada 20 Agustus 2025 dengan masa pelaksanaan 90 hari kalender. Namun hingga kini, proyek tersebut belum juga rampung, memunculkan tanda tanya besar terkait kinerja pelaksana maupun efektivitas pengawasan dari dinas terkait.
Proyek ini berada di bawah penanggung jawab Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Provinsi Banten, yang semestinya memastikan seluruh pekerjaan berjalan sesuai jadwal kontrak serta mengikuti spesifikasi teknis.
Sejumlah regulasi yang seharusnya menjadi pedoman dalam pelaksanaan proyek ini antara lain:

Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta perubahannya, khususnya ketentuan mengenai ketepatan waktu pelaksanaan kontrak.
PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menegaskan kewajiban penanggung jawab kegiatan untuk memastikan output pekerjaan tepat waktu dan bermutu.
Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK), terutama pasal yang mengatur wanprestasi, keterlambatan, serta pengenaan denda pekerjaan.
Namun realitas di lapangan menunjukkan kondisi berbeda. Meski waktu kontrak telah terlewati, progres pekerjaan dinilai masih jauh dari kata selesai, sehingga memicu kritik dari berbagai kalangan, termasuk pemerhati kebijakan publik.
AWDI Pandeglang Soroti Lemahnya Pengawasan
Sekretaris Jenderal AWDI Kabupaten Pandeglang, Jaka Somantri, menyoroti keras dugaan kelalaian penyedia maupun lemahnya kontrol dari dinas terkait.
“Ini proyek besar, nilainya lebih dari empat miliar. Tapi progresnya lambat sekali. Kalau kontrak sudah habis tapi pekerjaan belum selesai, itu sudah bentuk ketidakpatuhan terhadap aturan pengadaan. Dinas PRKP harus tegas, jangan membiarkan kontraktor bermain-main dengan uang rakyat,” tegas Jaka.
Jaka juga menekankan bahwa dinas memiliki kewajiban untuk melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk potensi pengenaan denda keterlambatan.
“Jika ada wanprestasi, harus ada konsekuensi. Negara punya aturan yang jelas. Jangan sampai ini menjadi preseden buruk dalam pengelolaan proyek APBD Banten,” ujarnya.
Sejumlah warga Pagelaran turut mempertanyakan manfaat proyek tersebut, yang hingga kini belum dapat dirasakan karena penyelesaiannya tidak tepat waktu. Mereka menyayangkan lambannya progres yang seharusnya dapat memperbaiki akses dan kualitas lingkungan permukiman.
Belum Ada Pernyataan Resmi
Hingga berita ini diterbitkan, pihak CV Karaton Mega Karya maupun Dinas PRKP Provinsi Banten belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan keterlambatan penyelesaian pekerjaan tersebut.
Proyek ini pun masih menjadi sorotan publik. Masyarakat kini menunggu langkah tegas Pemerintah Provinsi Banten terhadap penyedia jasa maupun pejabat pengawas yang bertanggung jawab atas proyek bernilai miliaran rupiah tersebut.//red//tim







